Informasi Dasar
Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 18 Juni 1902
Tempat / Tanggal Meninggal : Jakarta, 25 February 1977
Biografi Singkat:
Tahun 1925-1930 Teng Chun berada di Shanghai untuk menjadi pemilih dari film buatan negeri itu yang akan di import ayahnya ke Indonesia. Di Shanghai ini ia juga berkesempatan coba-coba bikin film. Di antara karyanya adalah "Whell of Desteny", film bisu.
Ketika ia kembali ke Indonesia pada tahun 1930, ia mendirikan perusahaan film "Cino Motion Picture" dengan film produksi pertamanya yaitu Bunga Roos Dari Tjikembang (1931). Film bersuara yang dibuat dengan kamera Single System, langsung bisa merekam suara, yang alat suaranya dikerjakannya sendiri di Bandung. Produksi ini seluruhnya dikerjakannya sendiri, dari mulai cerita, Sutradara, kamera dan sebagainya. Hasilnya kurang baik, terutama suaranya amat buruk. Hingga ia memerlukan satu tahun untuk "ambil nafas" dan memperbaiki kameranya.
Film-film berikutnya yang dibuat adalah berdasarkan cerita klasik Tiongkok, seperti Sampek Engtay, Ouw Pe Coa atau seri See You, cerita siluman cerita. Pemilihan cerita ini bisa menolong perusahaannya bertahan dari kebangkrutan, ternyata penonton Cina Peranakan suka pada cerita ini dan bahasanya bisa pula mereka fahami. Maka tahun 1935 ia sudah bisa membeli peralatan baru dan merubah nama perusahaannya menjadi Java Industrial Film (JIF).
Ia mengajak adik-adik kandungnya masuk dalam perusahaan tersebut dan mulai dilakukan pembagian tugas, untuk juru suara, kamera dsb. Inilah untuk pertama kalinya dalam usaha pembuatan film dilakukan penataan sebagai sebuah industri. Dan perusahaan ini ternyata paling tahan menghadapi segala tantangan.
Biografi Lengkap:
Pada masa panen pertama dalam sejarah pembuatan film di negeri ini, JIF merupakan studio yang paling kuat dan produktif. Teng Chun mengambil tenaga-tenaga terbaik dari dunia teater masa itu, seperti Andjar Asmara, Ratna Asmara, Astaman, Inoe Perbatasari, Rd. Ismail, Tan Tjeng Bok, Suska dsb. Di Antara hasil perusahaannya yang menonjol adalah Tengkorak Hidoep (1940), Srigala Item (1941), Matjan Berbisik (1941), Kartinah (1942), Ratna Moetoe Manikam (1942).
Pada masa pendudukan Jepang, perusahaannya ikut ditutup Jepang, sebagaimana perusahaan film lainnya. Teng Chun mencoba bergerak di bidang sandiwara, dipimpinnya rombongan "Djantoeng Hati", tapi ia tak betah lama. Maka ia pun jadi pedagang apa saja yang bisa dijual. Menjelang peralihan kedaulatan, 1949 Teng Chun kembali mendirikan perusahaan film bersama dengan Fred Young, teman masa kanak-kanak dulu di Amerika. Nama perusahaannya Bintang Surabaja, diambil dari nama sandiwara milik Fred Young, yang amat populer sejak jaman Jepang. Perusahaan ini segera menjadi salah satu perusahaan yang amat produktif di awal tahun 1950an dan yang pertama melahirkan film ala 1001 malam, yang kemudian jadi wabah pada sekitar tengah tahun 1950-an.
Di akhir 1950 perusahaan ini turut melemah, bersama suramnya dunia pembuatan film masa itu, dan menghentikan produksinya sejak tahun 1962. Orang yang meletakkan batu-batu pertama dalam menjadikan usaha pembuatan film sebagai industri ini menjadi guru privat bahasa Inggris sampai akhir hayatnya. Menerima Tanda Penghargaan dari Gubernur DKI pada tahun 1976.